Kamis, 02 Oktober 2014

  • Menyoal Keputusan Ied Adha yang Berbeda

    Suasana Wukuf di Arafah
    Pemerintah Republik Indonesia menetapkan bulan Dzulqaidah diistikmalkan (disempurnakan) menjadi tiga puluh hari sehingga tanggal 1 Dzulhijjah jatuh pada Jumat, 26 September 2014, dan Hari Raya Idul Adha jatuh bertepatan dengan Ahad, 5 Oktober 2014.

    Keputusan tersebut merupakan hasil laporan dari 31 titik pengamatan hilal di Indonesian yang menyatakan tidak melihat hilal. Dengan demikian, bulan Dzulqa’dah diistikmalkan (disempurnakan) menjadi tiga puluh hari.

    Keputusan Pemerintah RI berbeda dengan Keputusan Arab Saudi di Mekkah al-Mukarramah, berdasarkan terlihatnya hilal di kawasan Saudi Arabia dan sekitarnya pada Rabu, 29 Dzulqa’dah (24/9), maka Mahkamah Agung Arab Saudi menetapkan Kamis (25/9) sebagai awal atau tanggal 1 Dzulhijjah 1435.

    Selanjutnya putusan menyebutkan, Wuquf di Arafah bagi seluruh jamaah haji adalah Jumat 9 Dzulhijjah (3/10) dan Hari Raya Idul Adha Sabtu 10 Dzulhijjah (4/10).

    Putusan ini diikuti oleh negara-negara Muslim lainnya dalam menentukan awal bulan Dzulhijjah, puasa Arafah dan Hari Raya Idul Adha, mengingat jutaan umat Islam di seluruh dunia yang sedang berhaji ke tanah suci Mekkah al-Mukarramah merupakan acuannya.

    Mengapa Berbeda?

    Perbedaan terjadi karena adanya dua landasan yang berbeda di dalam menetapkan awal bulan Hijriyah, walaupun sama-sama menggunakan rukyatul hilal (melihat bulan sabit), sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

    Perbedaan terletak pada batas daerah atau wilayah. Pemerintah RI hanya mengakui hasil rukyatul hilal di kawasan Indonesia saja. Sementara jika ada umat Islam di negeri lain, tidak diakui persaksian hilalnya.

    Sedangkan Arab Saudi dan umumnya negeri-negeri muslim lainnya, tanpa melihat dari negeri mana muslim menyaksikan hilal. Ini sesuai dengan tuntunan hadits agar merukyat bulan, di mana saja, tanpa membatasi dari satu negeri.

    Pada dasarnya tidak ada dalil yang jelas yang menetapkan adanya perbedaan tempat dan waktu terbitnya bulan. Sebaliknya, ada riwayat yang justru dengan jelas menetapkan adanya persatuan mathla (wihdatul matholi), yaitu yang diriwayatkan oleh Abu Umair bin Anas dia berkata: "Paman-pamanku orang-orang Anshar (para sahabat Rasulullah SAW) berkata bahwa ketika itu hilal bulan syawal tertutup oleh awan, sehingga kami berpagi hari dalam keadaan puasa. Maka datanglah rombongan diakhir hari dan mereka bersaksi di hadapan Rasulullah SAW bahwa mereka melihat hilal hari kemarin. Kemudian Rasulullah memerintahkan agar kami semua berbuka pada hari itu dan keluar salat Ied pada hari esoknya. (HR Ahmad, Annasai, ibnu Majah).

    Wuquf Arafah sebagai Acuan

    Mufti Agung Al-Quds, Palestina, Syaikh Mohammed Hussein mengingatkan kaum Muslimin di seluruh dunia, bahwa Arab Saudi melalui kesaksian hilal, hendaknya diikuti negeri-negeri lainnya. Sebab kiblat dan pusat jamaah haji ada di tanah suci Mekkah al-Mukarramah.

    “Sebab ini berkaitan dengan ibadah lainnya. Jumat (3/10) adalah Hari Arafah, di mana jutaan jamaah haji berkumpul di padang Arafah, maka umat Muslim lainnya yang tidak haji disunahkan puasa Arafah,” ujar Mufti Hussein.

    Demikian pula, Sabtu di Mekkah dan tempat-tempat lainnya di seluruh dunia sama-sama melaksanakan Hari Raya Idul Adha 1435.

    Mahkamah Agung Saudi Arabia meminta kaum Muslimin di seluruh dunia agar mengacu pada putusan Saudi Arabia sebagai kiblat yang memimpin jutaan umat Islam di seluruh dunia yang berhaji ke Tanah Suci.

    “Berbeda dengan Idul Fitri yang memungkinkan perbedaan, tetapi ini Idul Adha, acuannya adalah jamaah haji di tanah suci Mekkah al-Mukarramah, umat Islam seluruh dunia merayakan Idul Adha pada saat yang sama dengan Arab Saudi,” bunyi pernyataan.

    Di samping berkaitan dengan penampakan bulan (rukyatul hilal) tersebut, tentunya, yang paling pokok adalah saat jamaah haji seluruhnya melaksanakan wuquf di Arafah pada Jumat (3/10) nanti, sebagai puncak ibadah haji. Ini bisa disaksikan dari seluruh dunia.

    Kesepakatan Negeri-negeri Muslim ( OKI)

    Dalam rangka penyatuan penanggalan Kalender Dunia Islam, Organisasi Konferensi Islam (OKI) sebenarnya pernah membuat kesepakatan yang dikenal dengan Konvensi Istambul 1978. Konvensi Istambul adalah pertemuan Musyawarah Ahli Hisab dan Ru’yat di Istanbul, Turki tahun 1978 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari 19 Negara Islam (termasuk Indonesia), ditambah dengan tiga Lembaga Kegiatan Masyarakat Islam di Timur Tengah dan Eropa.

    Ada tiga kesepakatan terpenting Konvensi Istambul, yaitu pertama, sepakat satunya penanggalan bagi dunia Islam. Kedua, ru’yatul hilal (penglihatan bulan) suatu negara berlaku untuk semua negara. Ketiga, Mekkah Al-Mukarramah dijadikan sentral ru’yatul hilal dan pusat informasi ke seluruh negeri-negeri Islam.

    Di tengah situasi global yang semakin mendewasakan umat Islam, semoga ukhuwah Islamiyah, persatuan dan kesatuan umat Islam, dapat terwujud di tengah perbedaan penetapan yang ada, khususnya dalam penetapan satu Ramadhan, 1 Dzulhijjah, Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.

    Amar Ma’ruf

    Terlepas dari perbedaan itu semua, kepada Pihak Pemerintah, terutama Kementerian Agama, hendaknya memperhatikan acuan pelaksanaan ibadah haji adalah di tanah suci Mekkah al-Mukarramah, sebab ini berkaitan dengan ibadah-ibadah lainnya. Seperti saat wuquf di Arafah, Jumat nanti 9 Dzulhijjah (3/10), sehingga disebut Haji Akbar. Maka umat Islam di seluruh dunia lainnya, dianjurkan untuk melaksanakan puasa Arafah.

    Esok harinya, Sabtu 10 Dzulhijjah berarti Hari Raya Idul Adha bagi umat Islam di seluruh dunia.

    Jika kemudian Pemerintah RI melalui Kementerian Agama, yang dibacakan oleh Wamenag Nasaruddin Umar, menetapkan Idul Adha adalah Ahad (5/10), lalu mereka puasa Arafah berarti Sabtu (4/10).

    Yang perlu direnungkan adalah puasa Arafahnya mengikuti Arafah yang mana? Bukankah Sabtu (4/10) itu kaum Muslimin di Mekkah al-Mukarramah dan di seluruh dunia sedang melaksanakan shalat Idul Adha. Bukankah puasa Arafah yang jatuh pada Hari Raya adalah haram hukumnya.?

    Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari: hari Fithr dan hari Adha. (HR Muttafaq ‘alaihi)

    Diantara waktu haram puasa yang lain adalah, pada hari raya Idul Fitri (1 Syawal), pada hari raya Idul Adha (10 Zulhijjah), dan pada hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah).

    Padahal Menteri Agama sebagai Amirul Haj Indonesia sedang berada di tanah suci Mekkah, mendengar sendiri dan menyaksikan sendiri ibadah haji di sana ?

    Takhtim

    Penulis mengingatkan kepada seluruh kaum Muslimin di manapun berada, hendaknya mengikuti haji di tanah suci sebagai acuan pelaksanaaan ibadah terkait, termasuk puasa Arafah dan penentuan Hari Raya Idul Adha 1435 tahun ini.

    Bagi Pemerintah RI melalui Kemenag, masih terbuka perubahan keputusan buatan manusia, demi tanggung jawab di hadapan Allah dan tanggung jawab di hadapan jutaan umat Muslim Indonesia khususnya.

    Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima seluruh amal ibadah kita serta memaafkan segala kekhilafah dan kedhoifan buruknya amal-amal kita.amin

    Wallahu A’lam Bish Shawwab

    Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2013 Buletin Jum'at Ar-Risalah.

    Designed by Templateism